SKRIPSI

File Icon

KEDUDUKAN HUKUM ALAT BUKTI REKAMAN SUARA DALAM PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI

Tanggal Upload: 03/06/2025

Penulis / NIM:
MOHAMMAD DJUNIFAR / H1118239

Program Studi:
S1 Ilmu Hukum

Tahun Akademik:
2022

Kata Kunci:
Alat Bukti, Penegakan Hukum, Tipikor

Abstrak:

Penelitian ini bertujuan (1) Untuk mengetahui kedudukan alat bukti rekaman suara dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi. (2) Untuk mengetahui kendala alat bukti rekaman suara dalam tindak pidana korupsi. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif, yaitu penelitian perpustakaan yang mengkaji studi dokumen, yakni menggunakan berbagai data sekunder seperti peraturan perundangundangan, keputusan pengadilan, teori hukum, dan dapat berupa pendapat para sarjana. Hasil penelitian ini menunjukkan (1) Kedudukan hukum rekaman suara sebagai alat bukti dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi adalah sah dimana a) sebagai alat bukti petunjuk dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 26 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU PTPK). Sedangkan mengenai hasil sadapan sebagai alat bukti petunjuk dapat dilihat dari ketentuan Pasal 26A Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur dengan jelas bahwa: “Alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh dari alat bukti lain. (2) Kendala rekaman suara sebagai alat bukti dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi adalah a) masih terbatasnya ketersediaan sumber daya manusia penyidik, b) masih adanya keberatan terkait kewenangan KPK dalam hal penyadapan, c) keberatan dari pihak provider telepon seluler untuk dihadirkan sebagai saksi karena masih adanya anggapan pelanggaran privasi seseorang, d) kurang kooperatifnya sikap dari pelaku tipikor dalam menjalani pemeriksaan ikut menyulitkan penyidik dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi. Adapun yang direkomendasikan (1) perlunya dicantumkan dalam KUHAP mengenai alat bukti elektronik belum diatur maka dari itu perlulah pengaturan dengan jelas mengenai kedudukan alat bukti elektronik agar kedudukannya diakui setara dengan alat bukti yang tercantum pada KUHAP padal Pasal 184 Ayat 1. (2) Perlunya diatur Dalam UU No. 19 Tahun 2019 diatur mengenai pemberian izin melakukan penyadapan melalui dewan pengawas, yang artinya tidak dapat dilakukan penyadapan apabila tidak mendapat izin dewan pengawas padahal KPK merupakan lembaga yang independen dalamm melaksanakan tugasnya. Dengan demikian haruslah diberikan kewenangan penuh kepada penyidik dalam melakukan penyelidikan.
Berkas Lampiran
Unduh File