PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PELAKU USAHA PEMBIAYAAN KONSUMEN DITINJAU DARI PUTUSAN MK NO. 18/PPU-XVII/2019
Tanggal Upload: 03/06/2025
Penulis / NIM:
KRISPANJI AWATARA / H1117239
Program Studi:
S1 Ilmu Hukum
Kata Kunci:
perlindungan hukum, pelaku usaha, pembiayaan konsumen, putusan MK
Abstrak:
Tujuan dalam penelitian ini yaitu (1) Untuk mengetahui pandangan para pelaku usaha pembiayaan konsumen di Kabupaten Pohuwato terkait dengan larangan melakukan eksekusi langsung objek jaminan fidusia berdasarkan Putusan MK No. 18/PUU- XVII/2019, (2) Untuk mengetahui Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap pelaku usaha pembiayaan konsumen ditinjau dari Putusan MK No. 18/PUU- XVII/2019. Metode penelitian yang digunakan yaitu tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe penelitian normatif empiris. Di mana data primer dan data sekunder (bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder) akan dijadikan dasar pijakan penelaran dalam memecahkan rumusan masalah dalam penelitian ini. Adapun hasil dari penelitian ini adalah : 1. Pandangan pelaku usaha pembiayaan terkait dengan Putusan Mahkama Konstitusi No. 18/PPU-XVII/2019 bahwa putusan itu dianggap kurang fair jika penarikan kendaraan konsumen kami yang sudah dalam status macet sekalipun harus dengan penetapan pengadilan, karena pada dasarnya alasan paling umum masalah kredit macet adalah masalah ekonomi. Putusan MK No. 18/PPU-XVII/2019 dengan hasil judicial revieuw merupakan suatu prodak hukum yang lahir dari Mahkamah Konstitusi yang pada dasarnya derajat hierarkinya sama dengan undang-undang. Putusan MK merupakan prodak hukum yang ideal dalam artian bahwa sangat bagus dalam mengatur kehidupan manusia dalam kedudukannya sebagai kepastian hukum, akan tetapi jika diterapkan dalam fakta hukum tidak sedikit melahirkan permasalah tersendiri dan dianggap kurang berkeadilan, karena mengharuskan adanya penetapan dari pengadilan. 2. Putusan Mahkama Konstitusi No. 18/PPU-XVII/2019 pada dasarnya lebih condong memberikan perlindungan hukum lebih kuat kepada debitur dibandingkan kepada pelaku usaha. Hal ini terjadi karena meskipun debitur mengingkar perjanjian pokok pembiayaan konsumen, akan tetapi perjanjian pengalihan kepemilikan secar fidusia yang merupakan perjanjian accesoir (ikutan), yang seakan-akan lebih kuat dan lebih diutamakan daripada perjanjian pokok.