KEDUDUKAN CCTV (CLOSED CIRCUIT TELEVISION) DALAM PEMBUKTIAN DI PERSIDANGAN DI TINJAU DARI UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DAN KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM ACARA PIDANA
Tanggal Upload: 01/06/2025
Penulis / NIM:
ZULNIFAR ULI POU / H1118100
Program Studi:
S1 Ilmu Hukum
Kata Kunci:
kedudukan CCTV, pembuktian
Abstrak:
Penelitian ini bertujuan (1) untuk mengetahui bagaimana pengaturan hukumtentang kedudukan CCTV (Closed Circuit Television) dalam pembuktian dipersidangan ditinjau dari Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, (2)untuk mengetahui pengaturan kedudukan CCTV (Closed Circuit Television) dalampembuktian di persidangan ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder, dengan menggunkan objek kajian penulisan berupa pustaka-pustaka yang ada, baik berupa buku-buku, majalah, dan peraturan-peraturan yang mempunyaikolerasi terhadap pembahasan masalah dan dirumuskan dalam kalimat pernyataan.Hasil penelitian ini menunjukkan (1) Pengaturan Closed Circuit Television(CCTV) dalam UU ITE sebagai alat bukti pada Undang-Undang Nomor 11Tahun 2008 yang mana kini sudah di rubah menjadi Undang-Undang Nomor 19Tahun 2016 mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) serta Putusan Mahkamah Konstitusi No. 20/PUU-XIV/2016 (2) PengaturanKedudukan rekamanCCTV sebagai alat bukti dalam proses peradilan pidana sebagai Alat bukti diatur dalam Pasal 188 ayat (1), (2), (3) Undang-Undang No 8Tahun 1981 tentang HukumAcara Pidana Kekuatan pembuktian rekaman CCTVsebagai alat bukti dapatdipergunakan sebagai alat bukti petunjuk, jika CCTVtersebut mempunyai keterkaitan antara keterangan saksi, surat, dan keterangan terdakwa sebagaimana dinyatakan oleh Pasal 188 Ayat (2) Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana. Penelitian ini merekomendasikan (1) rekaman CCTV diharapkan para penegak hukum dalam hal ini Kejaksaan dan Kepolisiansebagai pintu masuk pertama dalam pembuktian setiap tindak pidana harus memperkaya kemampuan sumber daya manusianya sendiri dan mengoptimalkan kinerja (2) diatur lebih terperinci atau khusus dan tegas mengenai alat bukti Informasi dan Transaksi Elektronik yang merupakan “perluasan” dari alat bukti didalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang bersifat limitatif.